Cara menghilangkan ketombe

Tuesday 14 April 2015

HATI-HATI KRISIS DEMOGRAFI SEPERTI JEPANG



Tanggal 1 Juni adalah peringatan hari anak – anak sedunia. Peringatan bagi seluruh anak – anak di negara masing – masing untuk merayakannya. Disamping peringatan itu ada satu negara yaitu Jepang yang menjadi perhatian dunia dimana jumlah anak – anaknya lebih sedikit dibandingkan orang dewasa. Selama ini negara Jepang sedang dilanda krisis demografi. Krisis dimana jumlah populasi penduduk di negeri tersebut terus menerus mengalami penurunan. Jika krisis demografi di suatu negara dibiarkan dan pemerintahnya tidak ada upaya mencari solusi maka negara akan kesulitan dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Pemerintah Jepang sendiri bertekad bahwa untuk 50 tahun mendatang jumlah penduduk di negeri Sakura itu harus dipertahankan pada angka 100 juta jiwa. Padahal jumlah penduduk saat ini adalah kurang lebih 127 juta jiwa, mereka mengkhawatirkan kondisi jika pada tahun 2060 mendatang jumlah penduduknya turun drastis hingga pada angka 87 juta jiwa itupun mayoritas yang usianya sudah lansia.
Kondisi berkurangnya penduduk di suatu negara bukan masalah sepele, tentu itu masalah serius yang harus melibatkan semua warga negara tersebut. Untuk menyelesaikan masalah krisis demografi bukan hanya melihat dari segi ekonomi saja yang harus dibenahi akantetapi harus melihat berbagai segi termasuk segi urgensinya regenerasi keturunan. Jika hanya yang dibenahi tentang reformasi perekonomian, saya berpendapat tidak akan ada habisnya. Misalnya saja pemerintah menjamin kebutuhan ekonomi setiap orang dengan jumlah uang sebesar 3 juta perbulan akantetapi realitanya pasti akan melebihi dari itu, bisa 5 atau 6 juta dan hal ini dipastikan dari pengaruh gaya hidup masing – masing. Tentunya ini membuktikan bahwa dengan hanya membenahi dari segi ekonomi saja  akan sulit sampai pada titik penyelesaian.
Beberapa sumber seperti New York Times menyampaikan bahwa alasan wanita Jepang banyak yang memilih berstatus lajang alias tidak menikah diantaranya adalah para wanita Jepang sangat enggan terbebani untuk mengurus anak, enggan berbakti kepada suami,  enggan untuk saling terbuka saat sudah menjadi suami istri, biaya hidup yang mahal dan mungkin masih ada alasan lain yang bervariasi. Alasan – alasan inilah yang membuat mereka malas untuk membangun rumah tangga dan enggan membina keluarga menjadi besar yang banyak keturunannya. Kondisi tersebut diperparah dari pihak laki – lakinya yang mayoritas bergantung kepada orang tua alias tidak mau mandiri dan tidak mau ambil resiko untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang menjadi tangung jawabnya dengan alasan biaya hidup yang semakin berat. Sehingga akhirnya laki – laki dan wanita di Jepang saling menjaga jarak untuk menghindari ikatan rumah tangga.
Hal yang harus diwaspadai
Jepang dengan Indonesia sudah jelas berbeda. Perbedaannya sangatlah banyak, baik dari segi cultural ( budaya ), geografis ( letak wilayah ),religion ( agama ) dan yang lainnya. Kita sebagai bangsa Indonesia tentulah menghormati perbedaan dan kita harus dapat menyaring apa saja yang bermanfaat dari perbedaan tersebut. Problematika di Jepang yang saat ini dialaminya ( krisis demografi ) merupakan salah satu perbedaan yang menonjol antara Jepang dengan Indonesia. Dari tahun ke tahun negara Jepang mengalami penurunan jumlah penduduk akantetapi sebaliknya, Indonesia mengalami pertambahan jumlah penduduk. Indonesia sendiri di era 80-an jumlah penduduknya sekitar 175 juta jiwa, sedangkan di abad ke -  21 ini kalau melihat data statistik Indonesia tahun 2014 sudah mencapai angka lebih dari 244 juta jiwa.
Ada beberapa hal yang harus diwaspadai oleh bangsa Indonesia terutama kaum muda terhadap gaya melajangnya para pemuda dan pemudi Jepang sekarang ini. Diantara yang harus kita waspadai adalah :
1.      Memilih tidak menikah ( melajang ) merupakan bukan fitrah manusia. Nenek moyang manusia yang pertama memang tadinya hidup sendiri tanpa ada pendamping yang menemani namun kemudian diciptakan pasangannya dan melalui hidup bersama dengan pasangannya itulah mereka memperoleh ketentraman serta kebahagiaan sehingga akhirnya berkembang biak dan memakmurkan dunia ini. Maka dengan tidak menikah dan tidak ada keturunan, dunia ini tidak akan berkembang dinamis.
2.      Memilih melajang mengarah pada penekanan atas penyaluran kebutuhan biologis yang dibenarkan kearah yang tidak dibenarkan. Setiap manusia normal tentu membutuhkan penyaluran biologis dan akan sangat tidak normal jika kebutuhan itu ditekan bahkan dihilangkan. Penyaluran kebutuhan biologis yang dibenarkan adalah tentu dengan ikatan pernikahan yang sah, sedangkan yang tidak dibenarkan adalah pergaulan bebas ( freesex ). Dimana pun negaranya pasti menilai negatif terhadap pergaulan bebas.
3.      Memilih tidak menikah dengan alasan ekonomi akan memunculkan banyak masalah sosial. Saat alasan ketidakmampuannya dalam mencukupi kebutuhan ekonomi maka banyak orang yang mengalami depresi, mengalami gangguan jiwa, bunuh diri, kejahatan seksual dan masalah – masalah lainnya.
4.      Memilih melajang ( tidak menikah ) akan memutuskan generasi keturunan. Jumlah penduduk yang selama ini sudah berkembang akantetapi pada satu saat terhenti dengan waktu yang cukup  lama karena tidak adanya pemuda dan pemudi yang menikah maka besar kemungkinan generasi keturunannya akan punah.
Empat hal diatas harus menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia yang memiliki budaya harmoni dan teridiri dari warga negara yang mayoritas memeluk agama. Kehidupan modern yang ada di negara Jepang bukan berarti secara keseluruhan memiliki nilai positif. Gaya melajang para pemuda dan pemudi di Jepang sungguh tidak pantas jika terjadi di Indonesia. Dengan demikian kita harus waspada dengan perkembangan modernisasi di setiap negara termasuk mewaspadai gaya melajang pemuda pemudi di negeri Sakura tersebut.

No comments:

Post a Comment